Kilas balik :
Saat menulis cerita ini marak odong-odong keliling. Saat itu anak saya masih batita dan lagi senang-senangnya main mobil-mobilan yang bisa dikendarai menggunakan kaki. Dari sinilah ide awal itu datang.
Untuk setting ceritanya saya memilih tempat tinggal saya saat itu, yakni Sidoarjo. Dimana ada tempat wisata tas yang di sana juga ada banyak odong-odong.
Lalu bagaimana saya menggabungkan benda kesayangan anak saya dan maraknya odong-odong menjadi cerita yang manis? Baca ceritanya, yuk.
Petualangan Momo
Oleh Nurul Ikoma
Gelap
dan sunyi. Sudah lama Momo ingin menikmati udara segar dan bermain bersama
Randi. Tapi, hari itu tak kunjung tiba. Momo masih terus mendekam di tempat
yang penuh debu, yang bernama gudang.
Tapi
suatu ketika, mata Momo membelalak tatkala pintu gudang terbuka. Ada seseorang
yang mengangkatnya dan membawanya keluar. Momo kenal sosok itu. Dia adalah ayah
Randi. Momo senang bukan main. Pasti Randi sebentar lagi akan naik di badannya,
kemudian membawanya berputar-putar keliling komplek seperti dulu.
“Selamat
bersenang-senang,” ucap semua penghuni gudang.
Momo
tersenyum senang. Tapi, alangkah terkejutnya Momo ketika ia diberikan kepada
seorang Pak Tua. Sontak senyum Momo hilang. Ia kecewa karena dirinya harus
berpindah tangan. Ada apa ini? Apa Randi dan keluarganya tak lagi sayang
padanya?
**
“Hai...
namaku Riyu-Riyu,” sapa mobil warna merah jambu ramah.
“Namaku
Momo,” jawab Momo sedih.
Momo
memandangi dirinya yang kini berada di atas kereta dengan tiga mobil mainan lainnya.
Hanya Riyu-Riyu yang tampak ramah, sedang yang lainnya cuek.
“Harusnya
aku yang berada di depan, bukan dia,” bisik Mobil Biru.
“Iya.
Seharusnya kita yang ada di depan, bukan Riyu-Riyu dan mobil baru itu,” kata
Mobil Hitam.
Pak
Tua datang. Lalu Pak Tua mendorong kereta odong-odongnya menuju jalanan. Riyu-Riyu
dan mobil lainnya bergembira. Sedangkan Momo hanya diam karena tak mengerti.
“Kita
akan ke lokasi wisata. Nanti kita akan bertemu anak-anak di sana. Pasti kamu
akan suka,” seru Riyu-Riyu.
“Benarkah?”
ucap Momo tak percaya.
Momo,
Riyu-Riyu dan lainnya terus melaju bersama Pak Tua. Mereka melewati rumah-rumah
warga yang hampir semuanya memajang kerajinan kulit. Kemudian mereka melintasi
jalan raya Kludan Tanggulangin dan masuk area Perumahan Permata Sidoarjo
Regency. Mereka berhenti di kawasan Permata Water Park. Ternyata ada banyak
macam permainan anak-anak balita di sana. Ada kereta kelici, ada komidi putar
mini, ada kolam bola, ada kolam pemancingan berisi ikan mainan, dan lain-lain.
Di
tempat itu ada warung-warung makanan berjejer rapi. Penjual mainan dan
aksesoris pun ada. Tempat yang benar-benar menyenangkan, batin Momo. Tapi, di
dalam hatinya ia masih merindukan Randi.
“Randi?”
ucap Momo. Ia melihat rombongan orang dewasa yang menggendong anak-anak kecil
yang baru turun dari bus mini.
Momo
terus mencari sosok Randi, tapi tak ada.
“Mereka
itu mau berenang di Permata Water Park,” kata Riyu-Riyu memberitahu.
Momo
mengangguk, kemudian ia mengedarkan pendangannya ke arah lain.
“Lihat!
Ada banyak bus besar di sana,” seru Momo.
“Iya.
Para penumpang bus-bus itu dari luar kota, bahkan kadang dari luar Jawa.
Biasanya, mereka akan memborong aneka kerajinan kulit. Seperti tas, sepatu,
koper, jaket, dan lain-lain. Buatan para pengrajin Sidoarjo bagus-bagus, lho.
Murah lagi,” kata Riyu-Riyu.
Momo
manggut-manggut.
“Tempat
wisata kerajinan kulit Tanggulangin Sidoarjo ini sangat terkenal. Salah satunya
toko besar itu,” seru Riyu-Riyu menunjuk sebuah bangunan megah yang tak jauh
dari mereka.
“Oh
iya, aku pernah dengar. Bunda Randi sering membeli tas di sana,” ucap Momo.
**
Waktu
terus berlalu, namun belum ada pengunjung yang menggunakan jasa odong-odong Pak
Tua.
“Kasihan
Pak Tua,” ucap Riyu-Riyu.
“Semuanya
gara-gara dia,” tunjuk Mobil Hitam ke Momo.
“Coba
kalau aku yang berada di depan, pasti akan banyak pengunjung yang tertarik,”
timpal Mobil Biru.
Merasa
disalahkan seperti itu, Momo jadi sedih sekali. Tapi... Hey... tiba-tiba
badannya terasa berat. Seorang anak kecil sudah diatasnya. Kini badan Momo dan
lainnya bergerak maju mundur diiringi lagu anak-anak. Rupanya Pak Tua sedang
menggowes kereta odong-odongnya. Lama-kelamaan kereta odong-odong Pak Tua
terisi penuh.
“Oh... tidaaak...,” Momo menjerit.
Riyu-Riyu
kaget. Sedangkan Mobil Hitam dan Mobil Biru tertawa terpingkal-pingkal melihat
Momo. Badan Momo basah. Anak kecil itu pipis di badan Momo.
“Tak
apa, Momo. Nanti akan dilap Pak Tua,” hibur Riyu-Riyu.
Momo
mendengus kesal. Ia jadi ingin pulang ke rumah Randi. Tapi mana mungkin? Ia pun
menunduk sedih. Tiba-tiba terdengar suara klakson motor. Suara motor itu tak
asing bagi Momo. Itu suara motor milik ayah Randi. Momo segera mendongakkan
kepalanya.
Benar.
Ada ayah Randi bersama anak laki-laki. Mereka menemui Pak Tua. Lalu Pak Tua
mengajak mereka melihat Momo. Anak laki-laki itu mengelus-elus Momo sambil
tersenyum. Momo kenal senyum itu. Senyum itu milik Randi.
“Wah...
rupanya Randi sudah besar,” gumam Momo.
“Siapa
dia?” tanya Riyu-Riyu.
“Dia
dulu kawan bermainku ketika ia masih kecil. Ternyata, karena inilah dia tak
memakaiku lagi,” kata Momo.
Kini,
Momo tak menyesal lagi kenapa harus bersama Pak Tua. Ia lalu berjanji akan
selalu tersenyum menyambut anak-anak yang naik kereta odong-odong Pak Tua. ***
*Lokasi
cerita benar-benar ada. Dari Permata water Park sampai lokasi wisata kerajinan
kulitnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar