Kilas balik :
Cerita ini saya tulis berdasarkan pengalaman masa kecil yang kalau diingat-ingat sangatlah konyol 😄.
Pengalaman saat saya mengusir tamu karena ingin nonton TV. Karena kalau tamu tidak pulang, saya dan adik-adik tidak bisa menonton film kartun kesukaan. Sebab TV ada di ruang tamu.
Tahu nggak cara apa yang saya pakai? Hihi... benar-benar konyol, trik yang pernah diucapkan tetangga dan saya praktikkan. 😅
Bibi Eskrim
Oleh Nurul Ikoma K
Aku
dan Nina senang sekali. Kami baru saja memasukkan dua lembar uang lima ribuan
ke celengan. Tante Cantik memang baik. Selalu memberi uang ketika berkunjung ke
rumah.
“Wah, anak-anak Ibu rupanya lagi
senang, ya?” tanya Ibu.
“Kalau Tante Cantik datang, celengan
kami jadi gendut, Bu,” kataku girang. Nina pun tertawa lebar sambil mengocok
celengannya.
**
Sudah lama rasanya tak bertemu
dengan Tante Cantik. Kata Ibu, Tante Cantik sakit, jadi tak bisa sering-sering
lagi datang ke rumah kami.
“Ayu...
tolong bantu Ibu membersihkan kamar tamu, ya? Nanti sore ada tamu spesial yang
datang,” jawab Ibu.
“Asyiiik... Tante Cantik mau datang
lagi,” seruku pada Nina. Nina ikut-ikutan girang. Ibu hanya tersenyum.
“Yang bersih dan rapi, ya,” pesan
Ibu meninggalkan kami menuju dapur.
Pasti
Ibu mau membuat roti bolu pandan kesukaan Tante Cantik. Setelah kamar tamu
sudah siap dibersihkan, aku dan Nina ke dapur. Ingin membantu Ibu membuat roti
bolu pandan.
“Ayu... tolong petikkan tiga helai
daun jeruk, ya,” kata Ibu.
“Siap Bu. Dengan senang hati,”
seruku.
Dengan semangat aku menuju kebun
kecil kami yang ada di halaman rumah. Ah, rasanya sudah tak sabar menunggu
kedatangan Tante Cantik. Tapi, buat apa daun jeruk ya? Memangnya ada kue bolu
rasa daun jeruk?
“Daun jeruknya untuk apa sih, Bu?”
tanyaku sambil mengulurkan daun-daunan yang biasanya untuk memasak itu.
“Untuk masak rawon, buat menyambut
tamu kita,” jawab Ibu.
Wah... ternyata Ibu mau membuat
masakan berkuah hitam kesukaanku dan Nina.
“Rawon?
Tante Cantik kan tak suka rawon?” tanya Nina.
Nina
benar. Oh... tidak, jangan-jangan bukan Tante Cantik yang akan datang. Tapi...
**
Tamu kami sudah datang dari kemarin.
Orangnya cerewet sekali. Kami nggak boleh nonton TV lama-lama, apalagi main
game. Tidur nggak boleh malam-malam, dan saat pagi tak boleh malas-malasan
meski tidak sekolah.
Saat
sang tamu berbincang dengan Ibu di ruang depan, aku dan Nina segera berlari ke
dapur. Aku mengambil cobek dan ulekan.
“Untuk
apa, Kak?” tanya Nina.
“Aku
pernah dengar dari temanku, katanya cara ini ampuh untuk mengusir tamu. Percaya
nggak percaya sih. Tapi ah biarlah, siapa tahu manjur,” jawabku.
Dengan
semangat aku mengulek cobek kosong. Kemudian aku meminta Nina untuk mengintip
ke ruang tamu. Nina menggelengkan kepala. Itu artinya tak ada tanda-tanda bahwa
Bibi Cerewet akan pamit pulang. Aku pun ikut mengintip. Dan benar saja,
ternyata Ibu dan Bibi Cerewet masih saja asyik berbincang-bincang.
Lalu
aku kembali mengulek cobek kosong lagi. Semakin ingat omelan Bibi Cerewet,
semakin semangat pula aku mengulek.
“Sedang apa, Ayu? Berisik sekali
suaranya.”
“Lagi ngulek cobek kosong, Bu. Biar
Bibi Cerewet segera pulang,” kataku.
“Sst..
sst...,” Nina menarik-narik rokku, sepertinya ingin menyuruhku diam. Tapi aku
tak peduli.
“Ayu
nggak mau diomelin Bibi Cerewet lagi, Bu. Enakan Tante Cantik yang datang,”
kataku nyerocos masih ngulek cobek kosong.
Terdengar tawa berderai di
belakangku. Aku menoleh cepat. Ternyata ada Bibi Cerewet bersama Ibu. Duh,
malunya aku.
“Itu tidak benar, Yu. Kata siapa
ngulek cobek bisa ngusir Bibi?” Ibu tertawa. Bibi tersenyum mendekati kami.
“Bibi itu sayang kalian. Kenapa sih Bibi
meminta kalian agar tidak malas bergerak? Sebab bisa bahaya lho, tulang kalian
bisa keropos seperti Tante Cantik,” kata Bibi Cerewet.
“Tulang Tante Cantik keropos?”
tanyaku.
“Iya, namanya osteoporosis,” jawab
Bibi Cerewet.
**
Hari ini Bibi mengajakku dan Nina
jalan-jalan pagi. Kata Bibi, jalan kaki membuat sehat.
“Ayo
ayunkan tangan kalian,” seru Bibi Cerewet.
Kami
menirukan gaya Bibi, agar tak dicereweti lagi. Kami terus berjalan sampai
akhirnya berhenti di lapangan. Ada banyak orang dan anak-anak di sana.
Lalu
Bibi mengajak kami senam seperti yang lainnya. Awalnya aku enggan, tapi
ternyata asyik juga menggerak-gerakan kepala dan badan. Seperti menoleh ke
kanan dan ke kiri, mengayunkan tangan, dan melompat.
“Senam
membuat badan kita sehat,” kata Bibi semangat.
Aku
dan Nina ikut semangat. Sampai tak terasa lagu yang mengiringi senam habis.
Badanku berkeringat dan lelah sekali.
Tak
lama kemudian Bibi datang. Bibi membawa eskrim dan menyodorkannya kepadaku.
“Ayo dimakan eskrimnya, nanti keburu
meleleh. Biar Bibi kalian yang cerewet ini senang,” kata Bibi tersenyum.
Mukaku
memerah, malu sekali. Sejak saat itu aku dan Nina tak lagi memanggil Bibi kami
dengan sebutan Bibi Cerewet. Kami memanggilnya dengan sebutan Bibi Eskrim. Karena
tiap liburan, Bibi datang mengajak kami jalan dan senam lalu membeli eskrim. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar