Kamis, 07 Oktober 2010

Tangisan Ji (FF)

Ku lihat lagi naskahku, alhamdulillah selesai. Lalu kulihat jam di tanganku, huft… udah siang, sebentar lagi Kantor Pos akan segera tutup. Aku harus lekas ke sana, kalau tidak percuma saja kerja kerasku semalam. Sampai-sampai habis tarawih langsung kembali begadang di depan laptopku.

Kuperkirakan naskah cerpen ini akan tiba ke tangan media kurang lebih 3 hari kedepan. Tepat sebelum Idul Fitri kurang seminggu. Dan kalau tidak cepat-cepat kukirim hari ini, tentulah peluangku untuk memenangkan lomba fiksi tahunan akan berakhir karena hampir lupa lima hari kedepan sudah deadline.

Malam ini setelah tarawih kembali ku duduk depan laptopku. Semoga naskahku selesai tepat waktu dan segera meluncur ke penerbit langgananku. Nggak apa-apalah kalau malam ini harus begadang lagi.

Jam dinding sudah menunjukkan pk 03:15 WIB, waktunya sahur. Dan di meja makan ibuku sudah menunggu. Beliau tersenyum padaku. Oh ibu, betapa tegarnya dirimu walaupun tanpa pendamping lagi. Engkau masih setia pada ayah dan berjuang keras mengelola toko kelontong kita demi membiayai kuliahku. Engkau selalu berpesan, “banyak-banyaklah berdoa untuk ayahmu nak, karena doa anak yang sholeh Insya Allah akan membuat ayahmu tenang di alam kubur.”

“Alhamdulillah Ramadhan ini ibu hampir khatam Al-Qur’an, kurang 6 juz lagi. Bagaimana denganmu Ji? Pasti sebentar lagi sudah khatam, iya kan?” Pertanyaan ibu mengagetkanku.

Aku diam, dan tanpa berkata-kata aku menangis di pundak ibu. Maafkan aku bu, karena lebih sibuk mengejar deadline demi membantu biaya kuliahku. Ji baru seperempat membaca Al-Qur’an bu, padahal Ramadhan akan segera berakhir. Lalu Tangisku makin pecah di pelukan ibu.

Sidoarjo, 26 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar