Minggu, 26 September 2010

Diantara Kisah, Ada Doa Untuk Ibu




Ada pepatah mengatakan ‘kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah’. Meski pepatah itu benar adanya, tapi aku selalu berusaha agar kasihku terhadap ibu tidak hanya sepanjang galah. Karena aku ingin mencintainya sampai akhir masa.

Ibu bagiku adalah belahan jiwa, beliau yang selalu mengalirkan kasih sayang dan cinta dalam diri. Tanpa beliau tak tahu aku akan menjadi apa, atau mungkin jiwaku akan kering bagai tanah yang tak pernah tersiram hujan. Karena adanya ibu aku mendapatkan segalanya.


Kenangan ketika masa kecil

Berjuta kisah jika dituliskan. Ibuku adalah wanita anggun dan ayu, aku dan ayah sepakat tentang hal itu. Dalam mengarungi samudra kehidupan, beliau selalu tersenyum. Yang selalu ku ingat betapa ibu sangat sabar terhadap aku dan tiga saudara perempuanku. Sampai detik ini pun ibu tak pernah memukul kami, meski kami kerap membuat ibu terluka hatinya. Maafkan kami atas kenakalan waktu kecil ibu. Sungguh itu membuat kami menyesal.

Ibuku adalah wanita tangguh. Beliau tak pernah menyalahkan keadaan ketika harus berjuang sendiri mendidik anak-anaknya. Sebab ayah yang seorang sopir truk, kerap mengirimkan barang ke luar kota, bahkan ke luar pulau. Ibu pun setia dan membagikan kasih sayangnya dengan rata pada keempat anak perempuannya.

Ibuku bukan wanita biasa. Beliau tak ingin hanya berpangku tangan dan menunggu pemberian uang belanja dari ayah saja. Meski dengan pendidikan yang tak terlalu tinggi, tapi ibuku adalah pebisnis ulung. Kukatakan begitu karena ibu tak pernah menyerah dalam berdagang meskipun semua usahanya tidak selalu langgeng. Ibu tak pernah putus asa. Dari berdagang kecil-kecilan sampai berdagang barang-barang besar. Dari menjual Gery Chocolatos, jamu, nasi kuning, bakso, pakaian, sampai menjual produk furniture. Itu ibu lakukan demi anak-anaknya. Namun sekarang, ibu telah menentukan pilihannya untuk berjualan pakaian di rumah.


Ibuku wanita bijak dan tabah. Beliau tak pernah menyalahkan takdir ketika ayah harus diberhentikan dari pekerjaan karena pabrik tempat ayah bekerja bangkrut akibat krisis moneter. Dengan besar hati ibu menyirami hati ayah agar tak bersedih. Hingga ayah mampu bangkit dan berani untuk menjadi pedagang. Jadi memang benar adanya bahwa kesuksesan seorang suami terletak pada istrinya. Dan ini yang membuat kami bangga terhadap ibu.


Ketika aku dan saudara-saudaraku mulai menempuh hidup baru.

Ternyata ibuku juga bisa menangis. Padahal beliau selalu menyimpan kesedihannya dengan rapat. Setiap salah satu dari kami menikah, ibuku berlinang air mata. Jika ditanya, pastilah ibu akan menjawab, “ini adalah air mata bahagia”.
Oh ibu, sesungguhnya kami tahu bahwa dilubuk hati yang paling dalam, ibu sedang bersedih. Karena akan merasa jauh dengan anak-anaknya setelah menikah.

Kini apa yang ditakutkan ibu telah terjadi. Tak satupun dari kami, anak-anaknya yang sanggup mendampingi ibu, karena berada jauh darinya dan harus mengikuti suami.
Kami tahu bahwa ibu kesepian walau disamping ayah. Sebab ayah sering bercerita tentang kesedihan beliau.

Namun, sungguh disetiap ucapan kami ketika berdoa adalah mengharap kebaikan dan kesehatan untuk ibu. Karena aku tak ingin ibu bersedih, karena aku tak ingin ibu berlinang air mata.

Kini, meski aku jauh dari ibu, tapi tak henti-hentinya aku berdoa agar suatu hari nanti aku akan berbakti padanya dan selalu berada disampingnya. Sebab aku tak ingin bahwa kasihku untuk ibu hanya sepanjang galah.

Ya Rabb, kabulkanlah doaku agar suatu hari nanti aku yang merawat ibu dimasa senjanya. Ijinkan aku untuk selalu mengasihinya, dan jangan biarkan lisanku ataupun tindakanku akan menyakiti hatinya. Selalu lindungi ia, dan beri kebahagiaan padanya untuk menggapai cita-citanya yang terbesar. Mencium Ka’bah. Amin ya robbal alamiin.